Minggu, 03 April 2011

Semangat Menulis \'o'/





Karena yang tertulis lebih abadi daripada yang teringat...
Menulis....
Membahasakan ide, mengimajinasikan kata, mengabadikan momen dan perasaan, merekam senyum, sedih dan tawa juga duka dalam sepotong catatan yang nantinya terkembang menjadi berlembar-lembar cerita. Cerita yang hidup karena ditulis dengan hati. Begitu menurut saya.  Karena, yang tertulis lebih abadi daripada yang teringat, ketika ingatan tak lagi mampu merekam kenangan bahagia dan sedih yang pernah kita lalui...tulisan mampu membantu kita mengingatnya, tulisan untuk sekarang dan masa depan. Sekali lagi,  karena yang tertulis lebih abadi daripada yang teringat. Menulis membuktikan kita ada, meninggalkan jejak kita sekalipun kita sudah berpulang menghadap Illahi kelak.  Jejak tetap tertinggal, dengan tulisan dan catatan yang ada.  Ide tetaplah hidup.  Menginspirasi dan meninggalkan pesan untuk siapapun yang membacanya, entah apapun pesannya dengan pengejawantahan yang berbeda-beda.  Karena setiap isi kepala dan penafsiran, tidaklah sama.
Tidak salah memang, jika ketertarikan menulis berawal dari membaca.  Begitu juga saya.  Kala itu, putih merah masih menjadi seragam setia saya, di dua tahun terakhir meninggalkan masa kanak-kanak SD yang indah dan tanpa beban.  Kelas 5 dan 6 SD.  Satu sekolah negeri di kota pinggiran ibukota yang padat pabrik, Tangerang.   Kota kelahiran, dan kota saya bertumbuh.  Nun jauh berkilo-kilo meter jauhnya dari keberadaan saya sekarang.  Dulu, almarhum Bapak tercinta, sepulangnya bekerja.  Dua kali seminggu menggembirakan jiwa saya, dengan bacaan bawaannya, sebuah majalah kanak-kanak, sarat gambar dan cerita, Bobo.  Seribu dua ratus harganya kala itu.  Belum sempat Bapak membuka sepatunya sepulang ia kerja, saya menghambur mendekatinya, mencium tangannya yang terasa kasar dan tak sabar merebut majalah yang masih berplastik dari tangannya.  Ahh, Bapak...walau ia tak gemilang dalam pendidikannya, ia selalu menyemangati anak-anaknya untuk membaca, ia mencontohkan membaca walau tidak menasehati dengan kata-kata.  Tapi saya bisa menangkap, Bapak ingin anak-anaknya suka membaca, agar ilmu masuk dan pengetahuan bertambah.  Walau tidak seperti di kelas, karena bacaan kami, bacaan kanak-kanak, penuh imajinasi dan angan-angan...seperti masa kanak-kanak yang penuh ceria, tawa dan keingintahuan yang besar.  Bagian yang paling saya suka adalah Negeri Dongeng, dengan Nirmala, Oki dan Pak Janggut juga kurcari-kurcaci kecil pelangkap cerita, yang alur ceritanya selalu meninggalkan pesan, menjadi anak baik, ya..menjadi seorang yang jujur dan baik hati, walau terkadang tokoh Oki implisit tergambar seorang yang pamrih.  Ada kue, ada kebaikan..hahahhaha...kisah kanak-kanak, masih wajar pamrih berpamrih, karena pikiran lugunya belum bisa mengerti.
Terinspirasi dari cerita-cerita dan rubrik yang tersaji ceria dalam sepotong majalah itu, saya menjadi senang membaca, dan senang berangan-angan, membayangkan jika begini, jika begitu, apakah bisa, kenapa tidak bisa, ahh...masa-masa penuh keinginan dan keterwujudan mimpi.  Saya pikir semua anakpun merasakannya seperti juga saya dan Kakak laki-laki satu-satunya saya.  Saya sampai berebut, sampai-sampai membuka straples majalah, dan membaginya dua..hahaha, sebuah imaji keterkaitan akan kata-kata dan gambar yang membentuk aliran maksud dan kelucuan.  Kami mulai senang membaca.  Dan saya mulai suka menulis, walau Kakak saya tidak.
Saat kelas 5 SD, saat-saat nge-trend nya komik Petruk dan Gareng.  Tiga ratus Rupiah sudah dapat satu komik, jauh lebih terjangkau dibanding majalah kanak-kanak bacaan saya. Kala itu kisah horor dan misteri masih menjadi cerita utama di hampir semua komik petruk yang beredar.  Tidak seperti di majalah saya dari Bapak, komik ini tidak berwarna, hanya garisan gambar bertinta hitam dengan kertas koran sebagai halaman-halamannya.  Tapi seru, menyeramkan dan membuat bulu kuduk berdiri semua, hahahaha, awal saya tahu arti bulu kuduk itu apa, ya dari membaca komik Petruk.  Cerita kuntilanak, pocong, wewe gombel, genderuwo... tersaji dengan beragam scene yang selalu berbeda.  Walaupun seram, entah mengapa banyak anak-anak yang suka, begitu juga saya, jadi tahu rupa setan-setan Indonesia yang tervisualisasikan.  Sebelum membacanya, kami anak-anak hanya tahu dari aware orangtua kami, “jangan main malam-malam, nanti di bawa wewe gombel lho” “aduhh...jangan lelarian di bawah pohon mangga malam-malam, nanti di culik genderuwo lho nak...” tak pernah tahu kami rupa-rupa makhlus tersebut, sebelum kami membaca komik laris itu, komik Petruk dan Gareng karya Tatang S. (selalu ada tanda titik setelah penulisan S.. J).  Entah masih hidup atau tidak Pak Tatang S. kini, karyanya terjual bebas, tanpa ada perlindungan paten, menghibur kami dengan ide-ide yang selalu membuat kami ketakutan membacanya, tapi tetap terus membacanya. Hehehe, berhasil..pesan dan ceritanya, membuat setiap yang membaca senang, dengan karakter tulisannya.
Berasal dari sana, dua sumber referensi menulis saya masa kanak-kanak (selain cerita pendek di buku pelajaran Bahasa Indonesia pastinya).  Saya jadi suka menulis, saya menyisakan beberapa lembar kosong di setiap buku tulis saya, buku tulis yang sudah rapi disampuli sampul kopi cokelat, khas buku anak SD, untuk saya coret moret, dengan ide-ide saya, dengan angan-angan saya, dengan bayangan saya.  Tentang jalan setapak yang tak jelas ujungnya, dan penduduk sekitar yang enggan keluar rumah saat maghrib menjelang, karena ada isu Kuntilanak akan keluar, mengambil bayi-bayi yang baru dilahirkan, atau masih dalam kandungan, untuk itu perempuan hamil, selalu membekali gunting, peniti, jarum ataupun  bangle yang ditusuk peniti, untuk menghalau kehadiran sang kunti.  (sepulang sekolah sehabis membaca komik Petruk saat jam istirahatnya, saya jadi bertanya pada Ibu saya, Bangle itu apa dan untuk apa, hehehe).  Sebuah mitos yang lahir dari kekurangan infomasi dalam berkeyakinan, kurang ilmu dan kekurangan iman.  Saya waktu itu begitu percaya, bahwa benda-benda “ajaib” yang tergambarkan dalam cerita seram itu benar-benar ampuh, pesan yang tertangkap baik oleh pembaca, mengena.  Betapa sebuah pesan dalam cerita, sangat bisa mempengaruhi pembaca, untuk berpikir, bertindak, dan berbicara persis seperti cerita, juga “dipaksa” meniru isi cerita, benar-benar sebuah karya jika sudah melekat di hati pembaca, diyakini benar keberadaannya.  Jikalau saja Tatang S, menulis dengan isi pesan yang lebih mendidik dan “benar” tentu lah akan tertangkap lebih baik oleh pembaca, juga saya sebagai pembaca setia komik Petruk. Hahaha
Alur cerita saya kala itu, di duplikasi jelas seperti cerita horornya Tatang S, juga warna-warni nya negeri dongeng Nirmala cs.  Dengan isi pesan yang masih berantakan, dengan target, cerita selesai.  That’s all.  Nyambung tidak nyambung, terserah saya, kan saya yang membuat cerita, mau akhirnya seperti apa, bahagia atau sedih, menggantung atau selesai hanya saya yang tahu dan sekehendak saya.  Saya mencoba mengirim beberapa tulisan saya, untuk beberapa rubrik yang ada, ada puisi, uji imajinasi dan lainnya.  Tapi ketika edisi selanjutnya saya bolak-balik berharap karya saya dimuat, tak pernah terjadi, karya saya tak pernah dimuat.  Saya kecewa, jiwa kanak-kanak yang kapok dan terjerakan untuk mengirim lagi.  Hiks.  Saya lebih senang memperlihatkan karya saya pada teman sekelas saya, sekedar mendengarkan apresiasi kecil dari mereka, saya sudah senang dan puas, kebanyakan memang bilang bagus, spontanitas kanak-kanak yang sementara.  Setelah masa-masa Tatang S. Berlalu, saya jadi suka mengeksplore ide, saya mengambil tema alam, pemandangan alam yang hijau, gunung, sawah, awan dan jurang.  Cerita liburan kerumah nenek tugas SD saya, adalah cerita paling panjang paragraf dan paling banyak lembar halamannya.  Ya, saya mendapat nilai paling ‘banyak” ketika pelajaran Bahasa Indonesia, entah itu membuat puisi atau mengarang cerita pendek.  Saya mulai senang menulis, saya mulai senang berangan-angan.
Ketika menginjak SMP, pelajaran Bahasa Indonesia, masih menjadi pelajaran favorit saya, dan membuat kalimat merupakan bagian tugas yang sangat menyenangkan bagi saya, wajar saja jika setiap kalimat selalu lebih dari dua baris buku tulis saya.  Bacaan saya pun tak lagi majalah kanak-kanak juga komik-komik misterinya Tatang S.  Majalah remaja menjadi bacaan saya saat itu, beberapa merek, izinkan saya boleh menyebutnya tanpa bermaksud promosi, ada Kawanku, Gadis, Anita Cemerlang, Hai dan lainnya.  Disana banyak termuat cerpen-cerpen, tentang cinta, persahabatan, keluarga, topik yang lebih dewasa dibanding bacaan saya sebelumnya.  Membuat saya lebih berangan-angan lagi dan larut ke dalam cerita, kadang ya, seusai membaca satu cerpen, terbayang terus, bagaimana latar dan setting nya.  Seru sekali, seperti diri ini yang terbawa ke setting cerita tersebut.  Berhasil memainkan emosi pembaca, berhasil sekali.
Mulai saya menulis cerpen seperti model tersebut, bertemakan cinta, indah dan menyenangkan.  Saya coba kirim, namun seperti juga dahulu, tak pernah berhasil lolos redaksi.  Semenjak itu, saya lebih sering menulis untuk kepuasan sendiri dan konsumsi pribadi, di tulis sendiri, dibaca sendiri, disimpan sendiri hingga saya pun lupa dimana menaruh buku tempat saya menulis cerita yang satu, cerita yang itu, cerita yang berjudul ini.  Sesekali teman sebangku saya, saya izinkan membaca. 
Menulis cerita, fiksi terutama, membuat saya seperti memiliki dunia baru, settingan cerita yang dimana-mana, membuat saya rajin membolak-balik RPUL (Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap) demi untuk mengetahui nama-nama daerah untuk lokasi cerita saya, nama-nama ibukota provinsi yang kala itu masih 27, bertahan di 27 tanpa bertambah berkurang seperti sekarang.
Masa kuliahpun, saya tetap menulis, kali ini terpengaruh karakter Islami cerpen-cerpen majalah Annida, penulis seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Wince Sindria, Dian Yasmina Fajri, Nurul F Huda, Kusumastuti, Muttaqiawati, Afra Afifah, juga Syamsa Hawa dan lainnya, mulai mempengaruhi saya untuk menulis dengan pesan yang baik, jelas dan karakter Islami.  Saya jadi tahu, ketika kita menulis yang baik dan pembaca mengikuti tulisan kita, akan bernilai pahala kebaikan, menebar kebaikan, dengan mempengaruhi orang berperilaku baik, seperti isi pesan di cerita.  Dan saat ini pun saya masih rutin menulis, terpengaruh dengan banyak topik yang lebih matang, saya tetap menulis, walau saya hanya menjadikannya koleksi pribadi, untuk kepuasan pribadi dan menyalurkan hobi menulis saya, karena selalu muncul kesenangan yang besar saat sebuah cerita terampungkan.  Satu saat, ketika saya punya banyak waktu luang (disela pekerjaan saya sekarang), saya lebih bersungguh-sungguh, saya punya kesempatan, untuk dapat menulis lebih banyak lagi, lebih serius lagi, memberikan inspirasi kebaikan dan memanjangkan syi’ar Islam yang dikemas dalam sepotong cerita yang terselip hikmah dan pesan kebaikan.  Tentunya tak hanya diam dan menyimpan karya saya dalam tumpukan berdebu, tapi menshare nya supaya dapat menebar kebaikan, dapat menjadi penyumbang kecil untuk pemberat amal baik saya di Yaumul Hisab kelak. Semoga saja.  Aamiin.
22:33 wib, 3 April 2011
Teluk Betung Utara, 
-Moerti Annisa- :)

Dikirim untuk "lomba inspirasi menulisku", Tri Lego Indah. 

2 komentar:

Gaphe mengatakan...

terinspirasi dari tulisan-tulisan dan gambar Tatang S.. jaman saya kecil dulu juga sering baca. Dijual beberapa ratus perak di tukang mainan. nggak nyangka kalo Tatang S bisa menginspirasi kamu menulis.

keliatan banget ini semangatnya, soalnya tulisannya puanjang banget. hehe.. butuh waktu buat bacanya.

yak, bener.. tulisan adalah karya abadi yang bisa menjadi pengenang suatu saat nanti

Moerti Annisa mengatakan...

bs dtg drmn aja yah trnyata inspirasi menulis itu yah phe ^^ dr hal yg remeh dan konyol sekalipun..hahaha
tulisan ini sengaja dibuat utk di ikutkan di kompetisi inspirasi menulis dr salah satu jejaring..
tp msh kalah lah dgn tulisan perjalananmu yg bnr2 deskripsiin bgt phe.. tqu nih komennya.. :)
bravo bwt menulis lah \'o'/